"Kamu tahu? kadang aku sangat membencimu." kata seorang wanita penghisap rokok disebelahnya. Dia berpaling dan menatapnya dalam, tepat di mata, tepat ke hati.
"Benarkah? aku tidak percaya itu benci dalam arti sesungkuhnya." Katanya menggoda. Wanita itu tersipu, lalu menggigit bibir bawahnya. Gerakan refleks untuk menahan rasa gugupnya. Senyum puas tergambar dari pria itu.
"Kau tidak pintar berakting, sayang. Jangan coba-coba."
Wanita itu tertawa, didaratkannya sebuah kecupan di pipi kanan pria itu.
"Aku sangat berbakat dalam akting, tubuhku di desain untuk itu, tapi bukan mataku."
Pria itu mengangguk-angguk dengan pandangan menyindir.
"Jadi, katakan kenapa kau 'membenciku'?" tanyanya dengan sedikit penekanan.
Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Lagi. Dia membutuhkan beberapa menit untuk menenangakan dirinya. Pria itu mengangkat alisnya.
"Come on, wanna say something?" Pandangan pria itu mencoba mencari dimana wanita didepannya berusaha menyembunyikan matanya sendiri.
"You're seeing it right now."
Kerutan di dahi pria itu bertambah. Bingung.
"Don't you realize? I can't control my own heartbeat while you're around me. I'm afraid it'll make a huge hole when you leave me... someday."
Pria itu melongo, tidak mengira kekhawatiran wanita ini sebegitu besarnya. Dia menatap wanitanya dalam, lalu tersenyum.
"My heart is already yours and it'll always be there."
Wanita itu membalas tatapan pria di depannya. Dan itu membuatnya gugup lagi.
"Gerakan refleksmu, please, jangan ditahan." Goda pria itu. Lalu mereka tertawa. Si wanita menggigit bibirnya. Pandangan pria itu beralih dari mata ke bibir.
"May I?"
Wanita itu terkejut sebentar, dia menangkap maksud pria itu dari pandangannya. Untuk hal ini, ya khusus untuk kali ini dia dapat men-'translate' dengan tepat mata pria itu. Lalu dia mengangkuk, tersipu sekali lagi.
"Aku mencintaimu..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar